contoh pembuatan batas waktu penyelesaian tagihan
BAB V
BATAS WAKTU PENYELESAIAN TAGIHAN
Bagian KesatuPengajuan Tagihan kepada PPK
Pasal 40
(1) Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara.
(2) Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara penerima hak belum mengajukan surat tagihan, PPK segera memberitahukan secara tertulis kepada penerima hak untuk mengajukan tagihan.
(3) Pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai penjelasan secara tertulis kepada PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan.
(4) Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan tidak benar, PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan.
Bagian Kedua
Penyelesaian SPP-UP/TUP
Pasal 41
(1) SPP-UP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran.
(2) SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN.
Bagian Ketiga
Penyelesaian SPP-LS Belanja Pegawai dan
Non Belanja Pegawai
Pasal 42
(1) SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar.
(2) SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat tanggal 5 sebelum bulan pembayaran.
(3) Dalam hal tanggal 5 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPP-LS kepada PPSPM dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelum tanggal 5.
(4) SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari penerima hak.
Bagian Keempat
Penyelesaian SPP-GUP
Pasal 43
SPP-GUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar.
Bagian Kelima
Pengujian SPP dan Penerbitan SPM
Pasal 44
Pengujian terhadap SPP beserta dokumen pendukung yang dilakukan oleh PPSPM meliputi:
a. kelengkapan dokumen pendukung SPP;
b. kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;
c. kebenaran pengisian format SPP;
d. kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja;
e. ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja;
f. kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai;
g. kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan pengadaan barang/jasa;
h. kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan;
i. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak yang mempunyai hak tagih;
j. kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
k. kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam perjanjian/kontrak.
Pasal 45
(1) Pembayaran tagihan kepada penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah yang meliputi:
a. Bukti perjanjian/kontrak;
b. Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;
c. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
e. Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
f. Berita Acara Pembayaran;
g. Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK;
h. Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i. Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau
j. Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian naskah atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana dipersyaratkan dalam perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan.
(2) Pembayaran tagihan kepada Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah, meliputi:
a. Surat Keputusan;
b. Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas;
c. Daftar penerima pembayaran; dan/atau
d. Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan.
Pasal 46
(1) Pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPM-UP/TUP/GUP/PTUP/LS oleh PPSPM diatur sebagai berikut:
a. untuk SPP-UP/TUP diselesaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja;
b. untuk SPP-GUP diselesaikan paling lambat 4 (empat) hari kerja;
c. untuk SPP-PTUP diselesaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; dan
d. untuk SPP-LS diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja.
(2) PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung yang disampaikan oleh PPK.
(3) PPSPM menerbitkan/menandatangani SPM terhadap SPP yang memenuhi ketentuan.
(4) PPSPM menolak/mengembalikan SPP yang memiliki dokumen pendukung tidak lengkap dan tidak benar, disertai alasan penolakan/pengembalian secara tertulis paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP.
Pasal 47
(1) Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan oleh PPSPM.
(2) Bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan eksternal.
Pasal 48
(1) Penerbitan SPM oleh PPSPM dilakukan melalui sistem aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(2) SPM yang diterbitkan melalui sistem aplikasi SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik pada ADK SPM dari penerbit SPM yang sah.
(3) Dalam penerbitan SPM melalui sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPSPM bertanggung jawab atas:
a. keamanan data pada aplikasi SPM;
b. kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK SPM; dan
c. penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK SPM.
Bagian Keenam
Penyampaian SPM kepada KPPN
Pasal 49
(1) PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GU/GUP Nihil/PTUP/LS dalam rangkap 2 (dua) beserta ADK SPM kepada KPPN.
(2) Penyampaian SPM-UP/SPM-TUP/SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Penyampaian SPM-UP dilampiri dengan surat pernyataan dari KPA;
b. Penyampaian SPM-TUP dilampiri dengan surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN; dan
c. Penyampaian SPM-LS dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang lebih dari 1 (satu) penerima.
(3) Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan:
a. Asli surat jaminan uang muka;
b. Asli surat kuasa bermaterai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan uang muka; dan
c. Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan penerbit jaminan uang muka sesuai Peraturan Presiden mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
(4) Khusus untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar negeri, juga dilampiri dengan faktur pajak.
Pasal 50
(1) PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan.
(2) SPM-LS untuk pembayaran gaji induk disampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran.
Pasal 51
(1) Dalam hal tanggal 15 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPM-LS untuk pembayaran gaji induk kepada KPPN dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal 15.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Satuan Kerja yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 52
(1) Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh petugas pengantar SPM yang sah dan ditetapkan oleh KPA dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas Pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM melalui Front Office Penerimaan SPM pada KPPN;
b. Petugas Pengantar SPM harus menunjukkan Kartu Identitas Petugas Satuan Kerja (KIPS) pada saat menyampaikan SPM kepada Petugas Front Office; dan
c. Dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke KPPN, penyampaian SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM dapat melalui Kantor Pos/Jasa Pengiriman resmi.
(2) KPA terlebih dahulu menyampaikan konfirmasi/pemberitahuan kepada Kepala KPPN dalam hal SPM disampaikan melalui kantor pos/jasa pengiriman resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Bagian Ketujuh
Pembayaran Tagihan yang Bersumber dari Penggunaan PNBP
Pasal 53
Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan PNBP, dilakukan sebagai berikut:
a. Satuan Kerja pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan maksimum pencairan dana yang dapat dilakukan oleh Satuan Kerja berkenaan.
c. Satuan Kerja dapat menggunakan PNBP sebagaimana dimaksud pada huruf a setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP Satuan Kerja yang bersangkutan dalam DIPA.
f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran.
Pasal 54
(1) Satuan Kerja pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(2) Realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 55
(1) Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP).
(2) Pembayaran UP/TUP untuk Satuan Kerja Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Pasal 56
(1) Satuan Kerja pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk pengguna PNBP:
a. yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
b. yang belum memperoleh Pagu Pencairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf d.
(3) Penggantian UP atas pemberian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah Satuan Kerja pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP paling sedikit sebesar UP yang diberikan.
Pasal 57
(1) Penyesuaian besaran UP dapat dilakukan terhadap Satuan Kerja pengguna PNBP yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP melebihi UP yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut:
MP = (PPP x JS) – JPS
MP = Maksimum Pencairan
PPP = Proporsi Pagu Pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
JS = Jumlah Setoran
JPS = Jumlah Pencairan dana Sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan
(3) Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satuan Kerja pengguna, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku efektif.
Pasal 58
(1) Tata cara penerbitan dan pengujian SPP dan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS dari dana yang bersumber dari PNBP mengacu pada mekanisme dalam Peraturan Menteri ini.
(2) PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/PTUP/GUP/GUP Nihil/LS beserta ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri:
a. Dokumen pendukung SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dan ayat (3);
b. Bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN; dan
c. Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Untuk Satuan Kerja pengguna PNBP secara terpusat, penyampaian SPM mengacu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Bagian Kedelapan
Pembayaran Tagihan untuk Kegiatan yang Bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Pasal 59
Penerbitan SPP, SPM dan SP2D untuk kegiatan yang sebagian/seluruhnya bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, mengikuti ketentuan mengenai kategori, porsi pembiayaan, tanggal Closing Date dan persetujuan pembayaran dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Pasal 60
Penerbitan SPP-LS, SPM-LS, dan SP2D-LS atas tagihan berdasarkan perjanjian/kontrak dalam valuta asing (valas) dan/atau pembayaran ke luar negeri mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Perjanjian/kontrak dalam valas tidak dapat dikonversi ke dalam rupiah; dan
b. Pengajuan SPM disampaikan kepada KPPN Khusus Jakarta VI.
Pasal 61
(1) Penerbitan SPP-UP/TUP, SPM-UP/TUP, dan SP2D-UP/TUP menjadi beban dana Rupiah Murni.
(2) Pertanggungjawaban dan penggantian dana Rupiah Murni atas SP2D-UP/TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil/PTUP, SPM-GUP/GUP Nihil/PTUP, dan SP2D-GUP/GUP Nihil/PTUP yang menjadi beban Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Pasal 62
(1) Dalam hal terjadi penguatan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap valas yang menyebabkan alokasi dana Rupiah pada DIPA melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, sebelum dilakukan penerbitan SPP, Satuan Kerja harus melakukan perhitungan dan/atau konfirmasi kepada Executing Agency agar tidak terjadi pembayaran yang melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
(2) Pengeluaran atas SP2D dengan sumber dana dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dokumen Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, atau pengeluaran setelah Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dinyatakan Closing Date dikategorikan sebagai pengeluaran Ineligible.
(3) Atas pengeluaran yang dikategorikan Ineligible sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(4) Penggantian atas pengeluaran yang dikategorikan Ineligible sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan harus diperhitungkan dalam revisi DIPA tahun anggaran berjalan atau dibebankan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.
BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN
Pasal 63
KPA satuan kerja pusat, dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran kepada kepala satuan kerja.
Pasal 64
Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan dalam bentuk:
a. laporan keuangan; dan
b. laporan barang milik negara.
Pasal 65
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca; dan
c. catatan atas laporan keuangan.
Pasal 66
(1) Bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 berupa laporan keuangan tingkat UAKPA meliputi:
a. laporan realisasi anggaran yang disusun dan disampaikan setiap bulan, triwulan, semester, dan tahun;
b. neraca yang disusun dan disampaikan setiap bulan, triwulan, semester, dan tahun; dan
c. catatan atas laporan keuangan yang disusun dan disampaikan setiap semester dan tahun.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan aplikasi SAK yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pasal 67
(1) KPA satuan kerja pusat menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 kepada kepala unit Eselon I selaku UAPPA-E1.
(2) Kepala unit pelaksana teknis menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 kepada unit Eselon I pembina selaku UAPPA-E1.
(3) Kepala SKPD dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 kepada unit Eselon I pembina selaku UAPPA-E1.
Pasal 68
(1) Kepala satuan kerja unit Eselon I menyampaikan laporan keuangan tingkat UAPPA-E1 yang merupakan penggabungan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset selaku UAPA.
(2) Laporan keuangan tingkat UAPPA-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan dalam penyusunan laporan keuangan tingkat kementerian/UAPA yang disampaikan oleh Menteri selaku pengguna anggaran kepada Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara.
Pasal 69
Laporan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
a. laporan persediaan;
b. laporan aset tetap;
c. konstruksi dalam pengerjaan;
d. laporan aset lainnya;
e. laporan barang bersejarah; dan
f. catatan ringkas barang.
Pasal 70
(1) Kepala satuan kerja pusat, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan bertanggungjawab atas pelaporan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 yang berada pada satuan kerjanya.
(2) Kepala satuan kerja pusat, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan barang milik negara setiap semester dan tahunan kepada unit Eselon I pembina selaku UAPPB-E1.
(3) Unit Eselon I menyampaikan laporan barang milik negara tingkat UAPPB-E1 yang merupakan penggabungan atas laporan barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset selaku UAPB.
(4) Laporan barang milik negara tingkat UAPPB-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan dalam penyusunan laporan barang milik negara tingkat kementerian/UAPB yang disampaikan oleh Menteri selaku pengguna barang kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan aplikasi SIMAK-BMN yang mengacu pada standar akuntansi pemerintahan.
Pasal 71
(1) Kepala satuan kerja pusat, UPT, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan sebelum menyampaikan laporan keuangan dan laporan barang milik negara melaksanakan rekonsiliasi internal antara Unit Akuntansi Keuangan dan Unit Akuntansi Barang dalam bentuk Berita Acara Rekonsiliasi.
(2) Kepala satuan kerja pusat, UPT, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan menyampaikan Berita Acara Rekonsiliasi Internal setiap semester sebagai syarat untuk melakukan rekonsiliasi eksternal dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
(3) Berita Acara Rekonsiliasi Internal antara Unit Akuntansi Keuangan dan Unit Akuntansi Barang setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Unit Eselon I Pembina selaku UAPPA/B-E1.
(4) Berita Acara Rekonsiliasi antara satuan kerja dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setiap bulan dan setiap semester disampaikan kepada Unit Eselon I pembina selaku UAPPB-E1.
sebelumnya
Posting Komentar untuk "contoh pembuatan batas waktu penyelesaian tagihan"
jika ada masalah dan sesuatu tampilkan di forum ini , saran dan kritik juga boleh , terima kasih sudah berkomentar.