Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

pelaksanaan akuntansi di indonesia

BAB III
PELAKSANA AKUNTANSI

Pasal 26

Untuk melaksanakan SAI dibentuk:
a. UAPA/UAPB yang ditetapkan oleh Menteri;
b. UAPPA-E1/UAPPB-E1 yang ditetapkan oleh kepala unit Eselon I; dan
c. UAKPA/UAKPB yang ditetapkan oleh KPA/KPB.

Pasal 27

(1) UAPA/UAPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, melakukan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan dan barang di tingkat kementerian.
(2) UAPA/UAPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

Pasal 28

(1) UAPPA-E1/UAPPB-E1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan/barang pada unit kerja Eselon I yang mencakup anggaran/barang pada satuan kerja pusat, UPT dan SKPD yang dananya berasal dari unit kerja Eselon I yang bersangkutan.
(2) UAPPA-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada:
a. Bidang Keuangan Sekretariat Jenderal Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal;
b. Bagian Tata Usaha dan Keuangan Sekretariat Inspektorat Jenderal;
c. Bagian Keuangan Sekretariat Direktorat Jenderal; dan
d. Bagian Keuangan Sekretariat Badan.
(3) UAPPB-E1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada:
a. Bagian Rumah Tangga Biro Umum Sekretariat Jenderal;
b. Bagian Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal;
c. Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal; dan
d. Bagian Umum Sekretariat Badan.

Pasal 29

(1) Unit Akuntansi KPA/KPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan/barang yang dikelola oleh KPA/KPB.
(2) Unit Akuntansi KPA satuan kerja pusat berada pada:
a. Bidang Keuangan Sekretariat Jenderal Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal;
b. Bagian Tata Usaha dan Keuangan Sekretariat Inspektorat Jenderal;
c. Bagian Keuangan Sekretariat Direktorat Jenderal;
d. Bagian Keuangan Sekretariat Badan; dan
e. Bagian Keuangan Biro Administrasi Umum dan Keuangan Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
(3) Unit Akuntansi KPA kepala UPT berada pada:
a. Bagian Tata Usaha Pusat Diklat Regional;
b. Bagian Tata Usaha Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
c. Sub Bagian Tata Usaha Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; dan
d. Sub Bagian Administrasi Umum dan Keuangan Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kampus di daerah.
(4) Unit Akuntansi KPB satuan kerja pusat berada pada:
a. Bagian Rumah Tangga Biro Umum Sekretariat Jenderal;
b. Bagian Umum Sekretariat Inspektorat Jenderal;
c. Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal;
d. Bagian Umum Sekretariat Badan; dan
e. Bagian Umum Biro Administrasi Umum dan Keuangan Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
(5) Unit Akuntansi KPB kepala UPT berada pada:
a. Bagian Tata Usaha Pusat Diklat Regional;
b. Bagian Tata Usaha Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
c. Sub Bagian Tata Usaha Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; dan
d. Sub Bagian Administrasi Umum dan Keuangan Institut Pemerintahan Dalam Negeri kampus di daerah.
(6) Unit Akuntansi KPA pada SKPD dapat dijabat oleh pejabat penatausahaan keuangan masing-masing SKPD.

Pasal 30

(1) Pejabat Unit Akuntansi KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh masing-masing KPA pada satuan kerja pusat dan UPT.
(2) Pejabat Unit Akuntansi KPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) ditetapkan oleh masing-masing kepala unit Eselon I.
(3) Pejabat Unit Akuntansi KPB kepala UPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) ditetapkan oleh masing-masing kepala UPT.

BAB IV
PENYELESAIAN TAGIHAN NEGARA

Bagian Kesatu
Pembuatan Komitmen

Pasal 31

(1) Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilakukan melalui pembuatan komitmen.
(2) Pembuatan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau
b. Penetapan keputusan.

Pasal 32

(1) Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dapat memulai proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa sebelum DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan berlaku efektif setelah rencana kerja dan anggaran Kementerian Dalam Negeri disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Biaya proses pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jenis belanja modal dialokasikan dalam belanja modal tahun anggaran berjalan.
(3) Realisasi belanja atas alokasi anggaran biaya proses pelelangan yang berasal dari belanja modal pada tahun anggaran berjalan, dicatat dalam neraca sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
(4) Biaya proses pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jenis belanja barang/bantuan sosial dialokasikan dalam belanja barang tahun anggaran berjalan.
(5) Proses lelang pengadaan barang/jasa yang dibiayai melalui dana tahun anggaran berjalan dilaksanakan oleh panitia pengadaan yang dibentuk pada tahun anggaran berjalan.

Pasal 33

(1) Penandatanganan perjanjian/kontrak atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan lelang dilakukan setelah DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan berlaku efektif.
(2) Dalam hal biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan ayat (4) tidak dialokasikan pada tahun anggaran berjalan, biaya proses pelelangan dimaksud dapat dialokasikan pada DIPA tahun anggaran berjalan dengan melakukan revisi DIPA sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang revisi DIPA.

Pasal 34

(1) Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa sampai dengan batas nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat berupa bukti-bukti pembelian/pembayaran.
(2) Ketentuan mengenai batas nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pasal 35

(1) Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berkenaan.
(2) Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani DIPA lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
(3) Persetujuan atas perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pasal 36

(1) Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan rupiah murni dan/atau pinjaman dan/atau hibah.
(2) Perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pasal 37

(1) Pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara antara lain untuk:
a. pelaksanaan belanja pegawai;
b. pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola;
c. pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran honorarium kegiatan; atau
d. belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan sosial.
(2) Penetapan keputusan dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Bagian Kedua
Penerbitan SPP

Pasal 38

(1) Penyelesaian Tagihan atas Beban APBN dilakukan dengan SPP yang meliputi:
a. SPP-UP;
b. SPP-TUP;
c. SPP-GUP;
d. SPP untuk pengadaan tanah;
e. SPP-LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi;
f. SPP-LS non belanja pegawai; dan
g. SPP untuk penerimaan negara bukan pajak.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung administrasi yang meliputi:
a. berita acara serah terima hasil pekerjaan;
b. berita acara penyerahan hasil pekerjaan;
c. berita acara pembayaran;
d. kuitansi yang ditandatangani oleh PPK, PPTK dan bendahara;
e. faktur pajak beserta surat setoran pajak yang ditandatangani wajib pajak;
f. jaminan bank;
g. dokumen yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak dan/atau SPK; dan
h. ringkasan kontrak dan/atau SPK.

Pasal 39

(1) Hasil pengujian atas SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dituangkan dalam check list yang diparaf oleh paling sedikit 2 (dua) orang penguji serta ditandatangani oleh pejabat penguji SPP/penandatangan SPM.
(2) Hasil pengujian atas SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa penolakan atau persetujuan.
(3) Pejabat penguji SPP/penandatangan SPM meminta nota persetujuan kepada KPA atas SPP yang disetujui.
(4) Dalam hal hasil pengujian atas SPP berupa penolakan, SPP dikembalikan kepada pejabat yang mengajukan SPP.

diupload oleh +Rinal Purba 

Posting Komentar untuk "pelaksanaan akuntansi di indonesia "